Biasanya Indonesia selalu mengalami Inflasi, tapi 2 bulan kemarin, Juli dan Agustus 2020 terjadi deflasi. Apakah ini bagus?
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang di pasaran. Biasanya Indonesia selalu Inflasi. Tahun 2019 lalu, inflasi Indonesia 2.78 %, terendah sejak 10 tahun terakhir.
Inflasi ini mengerikan bila tidak terkendali. Contohnya Inflasi Indonesia di akhir masa Orde Lama tahun 1963-1965 yang mencapai 600% setahun. Sehingga 13 Desember 1965, pemerintah Orde Lama memotong uang dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah. Bukan denominasi ya, beda. Ini Sanering, memotong uang. Jadi Uang 1000 jadi 1 rupiah, tapi harga barang tetap 1000. Kalau denominasi kan uang 1000 jadi 1 rupiah, tapi harga barang juga ikut jadi 1 rupiah. Jadi cuma penyederhanaan nol saja. Kalau sanering, rasanya sakit sekali. Susah-susah kumpulin uang 1000, jadinya Cuma 1 rupiah.
Yang lebih mengerikan lagi adalah inflasi di Zimbabwe pada tahun 2008, mencapai 7,9 Milyar persen dalam 1 bulan. Jadi kalau beli mie ayam seharga 20rb hari ini, bulan depan mie ayam naik 79 juta kali lipat. Jadi berapa ya? 20 ribu naik jadi 1,58 Milyar per mangkok dalam 1 bulan… glekssss…. Bulan depannya jadi berapa ya?
Makanya waktu itu, di Zimbabwe kalau orang mau beli roti, harus bawa gerobak untuk bawa uang-nya dan kalau ketemu perampok, yang dirampok bukan uangnya, tapi gerobaknya.
Sekarang Indonesia mengalami deflasi, bagus tidak?
Deflasi ataupun inflasi itu sebenarnya hanya akibat, jadi harus dilihat penyebabnya (eh, ini Analisa ngawur rakyat jelata lo ya… saya bukan ahli ekonomi ataupun ahli keuangan, disclaimer ON). Saya cuma teringat dulu saya beranggapan inflasi jelek, deflasi bagus. Ternyata, deflasi belum tentu bagus juga.
Inflasi biasanya terjadi karena barang langka, tapi semua pegang uang. Hukum dasar ekonomi, penawaran vs permintaan. Kalau barang tidak ada (penawaran sedikit) tapi semua pegang uang dan ingin belanja (permintaan banyak), maka otomatis harga barang naik. Demikian pula sebaliknya. Kalau barang banyak (penawaran tinggi), tapi semua tidak pegang uang dan tidak mau belanja (permintaan sedikit), maka harga barang akan turun karena penjual akan banting-bantingan harga supaya barangnya laku.
Inflasi masih aman terjadi kalau jumlah barang stabil atau naik sedikit, tapi permintaan naik lebih tinggi dari ketersediaan barang. Dan kenaikan permintaan ini karena ekonominya tumbuh, sehingga semua orang punya uang lebih banyak. Dan uang jadi lebih banyak-nya karena orang-orang itu memberikan nilai tambah ke ekonomi, bukan karena dibagiin duit tanpa ada nilai tambah ke ekonomi. Bagus kan ekonomi tumbuh?
Deflasi juga masih ok, kalau harga barang turun karena semakin banyak produksi barang, alias pertumbuhan produksi lebih tinggi daripada kenaikan permintaan pembeli. Alias pabrik/pembuatnya semakin efisien.
Nah, di tahun 2020 ini, deflasi terjadi bukan karena produksi barang meningkat, sehingga harga barang-barang turun. Tapi harga turun (deflasi) ini terjadi karena turunnya permintaan, akibat lesu-nya ekonomi. Yang dulu-nya rajin belanja, sekarang mengurangi belanja, simpan uang buat cadangan kalau ekonomi tidak membaik dengan cepat. Atau mungkin karena ada PHK, jadi tidak bisa belanja.
Kalau deflasi terus, alias ekonomi lesu terus. Apa asik? Awal-awal sih asik. Wow… banyak promo-promo, semua turun harga. Lama-lama semua turun harga, termasuk investasi-investasi kita, mobil kita, rumah kita, waduh….
BACA JUGA Krisis Covid-19, Apakah Saatnya Investasi Property?
Jadi bagaimana baiknya?
Sebenarnya inflasi ataupun deflasi sama baiknya dan sama jeleknya, yang penting adalah penyebab di belakang inflasi/deflasi itu. Selama penyebabnya baik, misal inflasi karena pertumbuhan ekonomi atau deflasi karena produksi barang meningkat, saya pikir baik-baik saja dan harus terkendali. Selama terkendali, mestinya masih aman.
Ayo borong burger BK tuh, lagi promo kan, biar kita membantu perekonomian Indonesia bergerak hehehe (alasan aja ya, padahal pelit ingin makan enak).
Terima kasih telah membaca artikel ini, semoga bermanfaat.
Salam passive income property,
PIPO Hargiyanto