Sejak membaca buku “Rich Dad Poor Dad” di tahun 2001, saya memimpikan mempunyai investasi properti yang bisa bekerja untuk saya. Waktu itu saya berfikir, enak ya kalau punya banyak properti rumah sewa yang tiap bulan/tiap tahun bayar ke saya. Sehingga saya tidak harus bekerja untuk mencari uang.
Pasti asik kalau punya rumah sewa. 10 rumah sewa atau 20, 100, atau bahkan ribuan. Hmmmm enak banget. Bagaimana caranya ya? Beli 1, ngumpulin uang lagi. Beli 1 lagi, ngumpulin uang lagi. Beli 1 lagi…. Kapan sampai 1000-nya ya?
Ternyata gampang. Beli aja, cukup ngumpulin DP, sisanya (cicilan-nya) biar dibayar dengan income dari penyewa-nya. Berarti saya harus mencari rumah sewa yang sewa-nya lebih besar dari nilai angsuran.
GAMPANG….
Cari… cari… cari… ternyata tidak ada. Alias ga nemu-nemu rumah sewa yang nilai sewanya lebih tinggi dari angsuran. Mungkin, rumah sewa tidak bisa. Mari kita coba kos/kontrakan (ini yang saya lakukan pada tahun 2005). Cari di iklan koran, cari… cari… cari… eh, ternyata ada loh. Kontrakan 20 pintu di perum Karawaci. Harganya 550 juta, DP 110 juta, Cicilan 7 juta, Pendapatan sewanya 11 juta sebulan.
Beli ah….
Eh, tapi DP-nya? Saya kan belum nabung untuk DP-nya.
Oke, sekarang nabung untuk DP-nya. Ternyata sampai 2008, saya tidak nabung – nabung DP…. Hehehe.
Tahun 2008 saya ikut seminar. Semua seminar diikuti, pokoknya belajar lagi semua hal. Seminar keuangan ikuttt. Seminar marketing ikuttt. Seminar menghafal cepat ikutttt. Seminar property ikuttttt. Seminar membaca cepat ikuttttt. Pokoknya semua seminar.
Dan di salah satu seminar, ada peserta yang cerita pengalamannya membeli kos dengan DP nol. Oalah, cuma gitu toh solusinya. 2008 untuk mewujudkan impian memiliki passive income, saya sudah siap dengan: cari kos (bukan cari rumah sewa). Cari yang income sewanya lebih besar dari angsuran dan bida DP nol.
Dengan semangat 45, setiap hari saya telfonin iklan di koran, kemudian saya pilih mana yang akan didatangi. Agenda weekend saya adalah mendatangi properti-properti yang sudah saya pilih sebelumnya.
Butuh 4 bulan untuk mendapat properti impian tersebut. Nego harga, DEAL, kasih tanda jadi, minta waktu 30 hari untuk proses bank.
Ternyata ditolak bank. Ternyata mengajukan kredit tidak semudah yang dibayangkan… hehehe.
Karena takut diomel-omelin penjual, buru-buru saya belajar tentang kredit. Bagaimana caranya supaya kredit diterima bank dan langsung mengajukan ke 14 bank. Ternyata berhasil, ditolak 11 bank, tapi diterima oleh 3 bank.
YES… property pertama dapat, passive income? Tunggu dulu….
Ternyata ngurusin kos itu SULIT. Ini bukan passive income, tapi kesibukan baru. Saya kasih daftarnya nih:
- Nagih anak kos. Ngeributin anak kos yang telat bayar. Ngusir anak kos yang tidak bayar. Berkelahi dengan anak kos yang tidak mau bayar dan tidak mau keluar.
- Pagi ditelpon anak kos, karena pompa mati.
- Subuh ditelpon anak kos karena motor hilang dan harus ke kantor polisi.
- WC mampet, cari tukang WC.
- Penjaga kos bawa lari uang kos.
- Anak kos bilang di kos ada hantu, minta dibuatin slametan mengusir hantu.
- Anak kos berantem karena bajunya kebawa penghuni kamar lain.
- Dst… dst… dst
KAPOK….
BACA JUGA: New Normal, Inikah Titik Terendah Harga Properti?
Tapi semangat membeli properti yang bisa menghasilkan passive income tetap ada. Tahun 2009, teman-teman saya mulai invest di Indomaret. Katanya lebih simple, gak ribet. Akhirnya saya coba (saya hidup selalu dicobain. Ingin coba ini,coba itu… hahaha). Akhirnya saya dapat toko Indomaret pertama. Toko pertama, tanahnya sewa, belum ideal seperti yang saya harapkan, tapi dari sisi keribetan, sudah ketemu bahwa Indomaret ini tidak ribet. PR berikutnya adalah cari Indomaret yang tidak ribet dan tanahnya bisa dibeli.
Tahun 2010, di sebelah kos saya ada 2 ruko yang dijual. Saya kejar sampai dapat untuk dibangun Indomaret, JADI, akhirnya BERHASIL.
Sejak saat itu saya jadi ketagihan dan ngebut terus hingga hari ini. 2009 buka 1 toko, 2010 buka 1 toko, 2011 buka lagi 4 toko, 2012 tambah lagi 4 toko.
2013? Hanya 1 toko.
Kenapa? Karena saya merasa, saya terlalu cepat dan saya harus mengevaluasi lagi. Menghitung lagi, apakah yang saya lakukan ini sudah benar?
Tahun 2014 juga tidak banyak toko, masih evaluasi. Tahun 2015 baru setelah saya yakin, saya mulai ngebut investasi Passive Income Property saya.
Tahun 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan tax amnesty. Kebetulan sekali, saya membereskan seluruh perpajakan saya, bayar tebusan (dulu awal-awal invest, yang penting jalan dulu karena tidak paham tax planning) dan 2016 baru saya berani sharing & memberikan training tentang Passive Income Property ke umum.
Hari ini sudah lebih dari 500 orang yang bergabung di grup PIPO (Passive Income Property Owners) yang saya dirikan pada tahun 2016 lalu. Pesertanya macam-macam, ada pengusaha, karyawan, trainer, investor, professional, dan pensiunan. Mereka juga berasal dari berbagai kota, ada Jakarta (Paling banyak), Surabaya, Bandung, Semarang, Jogja, Malang, Denpasar, Makassar, Medan, Balikpapan, dll. Bahkan ada yang dari luar negeri.
Pak, kok mau bagi-bagi ilmu. Bagi-bagi rahasia, apa nggak takut dicontoh?
Saya tidak masalah dicontoh. Saya senang bisa berbagi pengalaman ke teman-teman, supaya teman-teman di sini tidak perlu menunggu sampai bertahun-tahun untuk mendapat Passive Income Property. Selama ini saya hanya memebri satu syarat dan itu selalu saya ulang-ulang ke member. Saya mau berbagi pengalaman dan menjadi mentor bagi teman-teman, tapi ada satu syarat.
JANGAN BUKA TOKO DI SEBELAH TOKO SAYA….. hehehe
Oh iya, bagaimana nasib kos yang saya beli di tahun 2008?
Di tahun 2017, saya ketemu Airy. Ide awal saya hanya ingin menyewakan kamar-kamar kos yang kosong untuk dijadikan sebagai kos harian. Ternyata Airy mau mengelola kos secara keseluruhan dan menjadikan kamar-kamar kosong menjadi kamar kos harian supaya income kos bisa maksimal. WOW… senang sekali, ada yang mau mengelola kos. Makanya mulai 2017, saya kembali investasi di kos.
Bahkan saya jadi mempunyai konsep baru, yaitu KOSMART. Kos Harian di lantai atas dan Indomaret di lantai dasarnya. 1 properti, 2 passive income.
Itulah pengalaman saya dari tahun 2001 hingga hari ini. Pengalaman untuk membangun passive income properti memang tidak mudah. Ilmu untuk menentukan properti mana yang cocok, mana yang tidak cocok juga perlu dipelajari. Saya butuh 7 tahun (2001 – 2008) untuk mendapat passive income property pertama saya. Dan hari ini saya sudah 19 tahun, sejak terinspirasi buku Rich Dad Poor Dad untuk membangun Passive Income Property.
Inti dari Inti rumus investasi saya adalah cari properti yang membuat kita seperti KOMODO, santai santai, gak usah buru-buru dalam mencari properti berikutnya, tinggal melet-melet aja. Mencari properti yang menarik, tinggal di pulau yang indah seperti pulau Komodo.
Oh iya, supaya menjadi KOMODO, kita perlu mencari properti yang KOMODO juga. Kerjo Ora, Mbayar angsuran Ora, Dp yo Ora.
Kerjo Ora, membuat kita tidak perlu repot-repot bekerja.
Mbayar angsuran Ora, kita tidak perlu membayar angsuran.
Dp Ora, kita juga tidak usah membayar DP.
Hidup Property KOMODO…..
Salam passive income property,
PIPO Hargiyanto