Kondisi ekonomi yang tidak mudah hari ini, membuat pencari kerja kesulitan mendapat pekerjaan. Maka membuka bisnis sendiri adalah salah satu alternatif bagi para pencari kerja. Inilah waktu yang tepat untuk memulai bisnis sendiri. Biasanya orang yang terdesak dan all out, akan menghasilkan semangat tinggi untuk berhasil. Semangat tinggi ini diperlukan saat memulai bisnis sendiri.
Dari semua penyemangat untuk memotivasi, yang paling utama adalah perasaan lapar, tidak ada makanan kalau tidak berhasil punya uang, alias kepepet. Tenaga dari faktor motivasi yang satu ini sangat besar. Jadi, jangan sarapan dulu ya kalau belum dapat order hehehe.
Untuk memulai bisnis sendiri, beruntunglah yang sudah punya modal sendiri karena bisa langsung mulai. Bagaimana dengan memakai pinjaman? Amankah?
Perlu diketahui, memulai bisnis itu salah satu perjudian dengan tingkat kegagalan tertinggi. 90% bisnis mati di tahun pertama, alasannya macam-macam, bisa karena salah target pasar, dibohongi pembeli, supplier, ataupun karyawan sendiri, biaya operasional yang terlalu besar, kehabisan modal, bosan karena tidak berhasil-berhasil (padahal kata motivator, bisnis tuh gampang loh… hihihi), dan sebab-sebab lain.
Main judi rolet aja, masih bisa 50-50, kalau Cuma pilih besar kecil… hehehe
Biasanya bisnis sendiri itu butuh waktu, supaya bisa cepat pintar dan lolos dari kebangkrutan awal, belajar cari order, belajar atur stok, belajar atur cashflow, belajar rekrut karyawan, beresi sistem, atur tagihan, cari supplier, bla bla bla…..
Tentu proses belajar ini akan lebih cepat kalau sudah mempunyai market yang captive untuk produk-produknya. Misal, semua produksi akan dibeli oleh Papa-nya atau membeli bisnis yang sudah jalan dan terjadi proses handover yang bertahap, atau mempunyai mentor yang bantu membimbing.
Jadi kembali ke pertanyaan awal, amankah memakai pinjaman bisnis untuk modal?
Kalau menurut saya, menggunakan pinjaman untuk bisnis itu tidak aman, alias sangat berbahaya. Kenapa? Karena kemungkinan gagal-nya besar sekali. kemungkinan 90% gagal. Makanya bank tidak pernah mau membiayai perusahaan baru. Minimal sudah berusia 2 tahun. Karena bank tahu, 1 tahun pertama 90% bisnis gagal. Bank itu ahli-nya orang aman, jadi minta 2 tahun berjalan dulu, biar sudah tersaring.
Dan perlu kita sadari, kemungkinan besar, 90% itu juga akan terjadi pada kita, secara statistik. Jangan bermimpi kita ini beda sendiri, orang-orang 90%, kita masuk yang 10%. Sadarilah, kita termasuk 100%, yang mempunyai kemungkinan 90% gagal. Jadi saya sangat tidak menyarankan memakai uang pinjaman untuk mulai bisnis.
Terus caranya mulai usaha gimana dong, kalau gak punya uang?
- Mulai dari kecil dulu, jangan langsung besar-besaran. Punya modal berapa, ya diatur supaya cukup untuk bertahan 2 tahun. Jangan dihabiskan di 1 bulan pertama, apalagi Cuma bisa bertahan di hari pembukaan.
- Jadi makelar dulu, jualin barang orang lain aja dulu.
- Cari order dulu. Kalau sudah ada order, beli barang dengan hutang gapapa, toh sudah ada order. Tapi hati-hati juga, pastikan order terbayar, jangan sampai order tidak terbayar. Kita yang harus tanggung jawab pembelian barang tersebut.
- Cari partner yang mau menjadi pemodal. Jaga kepercayaan orang lain, ini sangat perlu untuk menjaga reputasi kita. Kalau bisa sih, orang tua aja. Karena ini resiko tinggi, kemungkinan gagal tinggi. Kalau orang tua, kita gagal, masih bisa ditolerir. Kalau orang luar, sebaiknya sebagai pemodal, bukan sebagai pinjaman. Jadi bagi hasil, buat pembukuan sejelas-jelasnya, supaya tidak ada salah paham dan dijelaskan resikonya ke pemodal tersebut. Bahwa ini resiko tinggi. Tapi kalau berhasil, ya pemodal akan untung dalam jangka panjang.
Kesimpulannya gitu ya. Silakan yang ingin bisnis sendiri, saya bantu doain semoga sukses dalam meniti bisnis. Jangan down kalau gagal, coba terus, perbaiki terus, lama-lama pasti berhasil. Karena lama, makanya butuh nafas panjang/modal yang bisa menemani sampai sudah pengalaman dan berhasil.
Kesuksesan datang ketika kita merasa sudah capek mau menyerah, tapi kita tetap berjuang terus.
Salam passive income property,
PIPO Hargiyanto