Income adalah penghasilan yang kita terima, misal gaji. Sementara aset adalah hal-hal yang menghasilkan income. Misalnya memiliki rumah sewa yang disewakan, maka rumah sewa tersebut adalah aset kita, karena menghasilkan income bagi kita.
Membangun income itu cepat. Kita tinggal bekerja, terima uang, maka dapat income. Sedangkan membangun aset membutuhkan waktu dan usaha, misal rumah sewa (kecuali warisan), kita membutuhkan waktu untuk mencarinya, membelinya, dan kemudian menyewakannya.
Di laporan keuangan perusahaan, jelas bahwa income masuk ke laporan laba rugi. Aset masuk ke neraca. Income lawannya expense (pengeluaran). Aset lawannya adalah liability (kewajiban / hutang).
Sejak kecil di sekolah, kita diajarkan segala keterampilan dan ilmu pengetahuan supaya ketika lulus dari sekolah, kita bisa bekerja dan mendapatkan income. Tapi di sekolah tidak ada (mungkin jarang sekali) yang mengajarkan cara membangun aset. Semua berlomba-lomba sekolah supaya kalau lulus mendapat gaji yang besar. Tidak ada yang berlomba-lomba sekolah supaya ketika sudah lulus punya rumah sewa yang banyak.
Problemnya adalah income sewaktu-waktu bisa hilang. Misal ketika PHK ataupun ketika pensiun. Sementara aset, ketika kita tidurpun, aset tersebut tetap menghasilkan uang. Apa pernah penyewa rumah tidak membayar sewa rumah karena pemilik rumah sewa tersebut sedang sakit? Sudah pensiun? Atau sedang jalan-jalan? Tidak kan, mereka akan tetap bayar. Karena walaupun pemilik rumah sewa sedang jalan-jalan, penyewa tetap memakai aset rumah sewa tadi.
Tidak ada yang salah dengan mengejar income yang besar. Yang menjadi masalah adalah ketika income tidak diinvestasikan untuk membeli aset, tapi malah habis untuk pengeluaran.
Saat menjadi staf di pekerjaan, mungkin kita tidak keberatan naik angkutan umum. Tapi saat naik jadi supervisor, maunya naik motor pribadi. Naik lagi jadi manager, gengsi dong kalau tidak naik mobil pribadi. Apalagi sudah jadi direktur, Hhhmmm… kalau tidak naik mobil mewah, kayaknya kurang pas ya?
Akibatnya? Semakin tinggi income, semakin tinggi pula expense. Sulit mengalokasikan uang untuk membangun aset.
Awalnya kita berfikir, “ah masih muda. Tidak masalah kok, nanti saja kalau sudah berkeluarga baru membangun aset”. Karena fikiran itu, uang di masa muda dihabiskan untuk foya-foya karena berfikir masih punya banyak waktu.
Begitu sudah berkeluarga akan beda lagi fikirannya, “ah, nanti saja membangun asetnya. Sekarang yang penting pengeluaran untuk keluarga dulu”. Alasan klasiknya sih mau memberikan yang terbaik untuk keluarga (tidak ada yang salah dengan memberikan yang terbaik untuk keluarga, tapi harus balance juga dengan membangun aset).
Datang masa pensiun. “Loh income tinggi-ku selama ini kemana ya? Kok aku tidak bisa menabung, tidak bisa membangun aset ya, uang pensiun cuma segini mana cukup untuk hidup”. Kaget, heran, dan menyesal.
Pasti teman-teman tidak ingin mengalami hal seperti itu kan?
Maka dari itu, Yuk bangun aset. Cari hal-hal yang bisa menghasilkan income ketika kita tidak bekerja. Seperti rumah sewa, ruko sewa, apartemen, dll. Kalau investasi favorit saya adalah dengan membeli tanah dan mendirikan minimarket waralaba di atasnya.
Income itu sementara…. Aset itu selamanya….
Salam Passive Income Property,
PIPO Hargiyanto
PS: kalau anda bingung, coba mulai baca buku “Rich Dad Poor Dad” atau “Richest Man In Babylon” aja.