Saat krisis Covid-19, Apakah Waktunya Investasi Properti?
Tahun 2020 ini unik sekali. Kita mengalami krisis ekonomi yang diakibatkan virus Covid-19, akibatnya perputaran ekonomi melambat, banyak bisnis yang turun omzetnya, dan berakibat hilangnya uang di lapangan.
Akibatnya jelas, banyak orang yang kekurangan uang, baik pengusaha, karyawan, maupun professional.
Pengusaha kekurangan uang, karena bisnisnya turun, sementara biaya operasional tetap, tidak bisa berkurang banyak. Kalau mau PHK, khawatir nanti kalau bisnis sudah membaik, ketinggalan dari kompetitor. Jadi nanggung juga, kecuali bisnis-bisnis tertentu yang kondisi hari ini tidak terganggu, seperti peralatan Kesehatan, media, atau perusahaan-perusahaan yang dari sebelum krisis, kontrak-kontrak sudah deal semua, tinggal memenuhi ordernya sekarang.
Karyawan juga kekurangan uang. Kalau ada PHK, pengurangan gaji/insentif/lembur, maupun peningkatan biaya, terpaksa beli notebook, pasang internet, dll.
Profesional seperti notaris, artis, dan profesi-profesi lain banyak yang ordernya berkurang. Notaris order berkurang, karena kegiatan pebisnis berkurang, BPN berkurang, jadi melambat juga.
Nah, untuk teman-teman yang punya uang lebih, apakah tepat untuk investasi properti saat krisis seperti sekarang? Kalau pendapat saya, pemain properti itu kan ada 3, yaitu:
- Yang hanya ikut-ikutan kata teman (pejudi)
- Yang jual beli
- Yang beli tanah
BACA JUGA: Dasar-dasar Investasi yang Wajib Dipahami Pemula
Kalau tipe nomer 1, banyakin berdoa aja, karena ga jelas.
Nomer 2, yang biasa beli murah jual mahal, baik renovator (beli & renov, kemudian jual), atau snap flip. Ini memang paling enak, saat harga naik terus seperti di tahun 2010-2013, Ketika Indonesia booming komoditi sawit & batubara, sehingga banyak orang kaya mendadak dan borong-borong properti, sehingga harga properti naik terus. Enak kan, beli, kalau bisa jual, kalau enggak, ditahan aja harga naik.
Mestinya kondisi hari ini, kalau jeli, bisa dapat banyak barang murah, diskon besar, Cuma memang akan susah jual dalam kondisi hari ini, kecuali punya gebrakan. Misalnya cari tanah murah, kemudian bangun rumah yang kecil di Jakarta, lalu jual murah. Mungkin ya, saya sebenarnya tidak menguasai no 2 ini.
Nah, saya paling suka yang nomer 3 ini… Buy & Hold. Beli tapi tidak dijual lagi, lah terus untungnya dari mana?
Dari income rutin-nya, misal tahunan, bulanan, bahkan harian. Saya ada 3 model properti yang seperti ini, ruko sewa yang incomenya sewa tahunan, minimarket waralaba incomenya 3 bulanan, dan hotel (walaupun kecil), income harian.
Dari tiga point di atas Mana yang lebih bagus untuk investasi properti saat krisis seperti sekarang?
Income ruko kira-kira 5% setahun. Ini rendah sih kalau menurut saya. Saya berkali-kali mau jual, tapi istri ga boleh, ya sudah… daripada saya tidur di garasi kan? Tapi, ruko seperti ini cuma 10% dari total properti saya, udah lah gapapa. Ada yang disewa untuk dijadikan minimarket, ada bengkel, tukang cukur, ada juga toko peralatan bayi.
Minimarket, hitungan saya sekitar 18% per tahun. Ini favorit saya, 75% properti saya di sini. Saya masih proses membangunan 2 lagi. Saya tidak repot karena operasional dikelola oleh franchisor, baik Indomaret maupun Alfamart. Saya hanya mengawasi report keuangan, setiap bulan saya dapat laporan keuangan, dan saya sudah punya formatnya. Harusnya profit sekian persen dari omzet, rata-rata per toko berapa, biaya karyawan berapa, listrik, pembungkus barang, barang rusak, barang hilang, dll.
Tipe properti ini yang selalu saya sarankan ke teman, saudara, partner bisnis, dan ke semua orang, terutama komunitas PIPO yang saya Kelola.
Kenapa?
- Bisnisnya aman, bagus, dan kuat, karena menjual barang kebutuhan dasar & harian.
- Tidak repot karena dikelola oleh franchisor. Partnernya jelas, bukan perusahaan ecek-ecek, sudah perusahaan lama, jadi aman.
- Profitnya juga lumayan lah. Memang tidak terlalu besar, tapi cukup untuk saya, kenapa? Karena di atas bunga pinjaman. Rata-rata bunga pinjaman saya 10%, sementara minimarket waralaba bisa menghasilkan 18%. Setelah bayar biaya-biaya, jadi masih ada kelebihan untuk cicil pokok sampai lunas, kira-kira 7 tahun-an.
Satu lagi adalah hotel. Sampai bulan februari sih masih bagus, tapi pertengahan februari sampai hari ini, sejak PSBB diterapkan, ya bisnisnya turun drastis. Namanya investasi pasti ada resiko. Yang biasa okupansi 90%, sekarang tinggal 5%. Jadi benar-benar terpengaruh. Bahkan operator hotelnya (saya pakai operator karena tidak mau repot) sekarang sudah menghentikan kegiatan-nya secara permanen. Saya sedang memikirkan alternatif operator lain, atau ditangani sendiri, mulai stop kan 1 Juni.
Nah pertanyaannya apakah kondisi sekarang masih bagus? Kalau menurut saya, justru ini waktu terbaik untuk mulai, kenapa?
- Karena banyak properti murah yang dijual. kalau kita beli barang apapun, bagusnya beli sewaktu murah atau waktu mahal?
Kondisi ini mirip 2008, waktu saya mulai invest properti. Ya tahun 2008 juga krisis, teman-teman mungkin masih ingat waktu itu subprime mortgage di Amerika, apa penyebabnya? Tonton saja film the Big short. Ada detailnya.
“Pak kalau ternyata harga properti nanti turun terus bagaimana?” Saran saya sekarang cari properti yang incomenya lebih besar dari angsuran, dan harganya diskon. Income lebih besar dari angsuran berarti mengamankan angsuran kita. Harga diskon berarti menurunkan DP yang harus kita keluarkan. Ingat, investasi properti itu, profit dibuat saat membeli, bukan saat menjual. Jangan berpikir, nanti kan naik, gapapa sekarang beli agak mahal… jangan… kalau pendapat saya, mending mundur 2-3 bulan, tawar terus propertinya ke harga yang kita mau. Kalau ga deal, terus diambil orang bagaimana? Ya itu resiko orang nawar. Tapi kan gak kejadian terus seperti itu, saya pernah ada properti 3M di Cibinong. Saya tawar 1.8M, terakhir saya berhenti di 2M, orangnya sudah turun 2,3 M… eeee tau-tau ada yang deal di 2,5M. Ya udah, itu resiko, tapi saya pernah juga property 6M saya tawar 2,5M, akhirnya deal 3,2M, berbuah manis kan. Atau ya cari properti lain, gapapa. Daripada beli kemahalan. Ingat profit dibuat saat membeli, bukan saat menjual. Dan pastikan income lebih besar dari angsuran, supaya kita gak pusing kalau properti-nya tidak naik-naik, atau bahkan turun, seperti kondisi sekarang, harga kan sudah stagnan sejak 2014-2015, sampai hari ini, harga gak naik-naik, tapi saya tidak pusing, kenapa? Karena bagi saya, yang penting income masih bagus, toh saya tidak berencana menjual. Ingat cerita angsa bertelur emas. Makan emasnya, jangan dipotong angsanya. Kalau angsanya dipotong, tidak bisa bertelur emas lagi. Demikian juga properti passive income, ambil telurnya (incomenya), jangan dipotong angsanya, jangan dijual… - Saya tetap optimis kondisi ini akan segera membaik, dan yang akan sembuh duluan ya bisnis-bisnis yang dasar. Seperti minimarket, karena orang tetap harus belanja kebutuhan sehari-hari. Atau hotel ultra budget, karena kebutuhannya riil, seperti orang yang bekerja di luar kota, perusahaan setelah krisis selesai pasti berusaha menghemat pengeluaran. Jadi hotel ultra budget jadi pilihan.
- Tidak banyak musuh. Banyak orang yang tiarap, tidak berani beli properti, otomatis, tidak banyak pembeli. Kalau tidak banyak pembeli, artinya apa? Kita bebas nawar, tanpa takut dipotong orang lain. Karena di pasar tidak banyak pembelinya.
Ini pandangan pribadi saya loh, bagaimanapun investasi ada resiko-nya. Antara resiko gagal, atau resiko berhasil. Kita tidak bisa menghilangkan resiko, yang bisa kita lakukan adalah menurunkan resiko, misal dengan memastikan income properti tersebut lebih besar dari angsuran, harga di bawah pasar, dan surat-surat aman.
Bagaimana? Apakah teman-teman mendapat insight atau pemahaman baru dari pembahasan kita ini? Kalau iya, tulis di komen yaa, supaya insight yang teman-teman dapat dari pembahasan ini tidak hilang begitu saja.